
Jakarta, MATA ELANG INDONESIA –
Program Sekolah Rakyat yang digagas Kementerian Sosial (Kemensos) di bawah kepemimpinan Saifullah Yusuf, dengan dukungan Kemendikbudristek, menuai sorotan tajam. Koordinator Pusat Jaringan Aksi Solidaritas Membela Rakyat (JAS-MERAH), M. Reza Syadik, menilai program ini tidak menyasar akar struktural persoalan kemiskinan dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih kelembagaan.
Menurut Reza, Sekolah Rakyat yang mengusung konsep pendidikan berasrama gratis bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu, justru mengaburkan fokus utama Kemensos. “Pendidikan adalah mandat konstitusional Kemendikbud. Ketika Kemensos mulai mengelola sekolah, lalu apa fungsinya lagi Kemendikbud?” tegas Reza dalam keterangannya.
Ia menilai bahwa program tersebut lebih menyerupai proyek karitatif ketimbang strategi pengentasan kemiskinan yang substansial. “Sekilas tampak solutif, tapi sesungguhnya menghindari realita bahwa kemiskinan itu persoalan sistemik. Yang dibutuhkan rakyat adalah keadilan sosial, bukan belas kasihan,” ujarnya.
Reza juga menyoroti potensi pemborosan anggaran negara akibat tumpang tindih peran antara Kemensos dan Kemendikbud. “Saat Kemensos sibuk mengurus sekolah, siapa yang fokus menangani distribusi bansos, pemberdayaan ekonomi keluarga miskin, atau pemulihan komunitas rentan?” tanyanya.
Tak berhenti di situ, Reza mendesak Presiden untuk segera mengevaluasi program Sekolah Rakyat dan mencopot Menteri Sosial Saifullah Yusuf serta Wakil Menteri Sosial Agus Jabo. Menurutnya, keduanya dinilai gagal memahami persoalan sosial secara utuh dan lebih sibuk membangun pencitraan politik ketimbang menyusun solusi jangka panjang yang menyentuh akar persoalan.
“Jika tidak ada koreksi, rakyat hanya akan jadi objek proyek populis. Sudah saatnya pemerintah menyusun kebijakan sosial berdasarkan partisipasi rakyat, penguatan komunitas, dan strategi yang membongkar ketimpangan struktural,” pungkas Reza.
Reza menyatakan bahwa JAS-MERAH siap menggelar aksi konsolidasi nasional di depan Kemensos dan Istana Negara sebagai bentuk koreksi terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat miskin secara substansi.
(Redaksi – Mata Elang Indonesia)