Mataelangindonesia.com – Jakarta, Tim Gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Metro Bekasi mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menjual organ ginjal jaringan International. Pelaku melibatkan jaringan antar negara, mantan penjual ginjal, hingga alumni Pasca Sarjana.
Tim Polda Metro Jaya sudah menangkap 12 tersangka, termasuk satunya oknum polisi, satu pegawai Imigrasi. “Sampai hari ini tim telah menahan sebanyak 12 tersangka, dengan rincian 9 tersangka sindikat dalam negeri yang berperan dalam merekrut, menampung, mengurus perjalan korban, dan lain sebagainya,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis 20 Juli 2023.
Jumpa Pers sindikat jual beli ginjal ini dihadiri didampingi Kabareskrim Komjen Wahyu Pidada, Kadiv Hubinter Irjen Pok Krisna Mukti, Dirtipidum Brigjen Pol Juhandani, Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi, Plh Sekjen Kominfo, Perwakilan Kemenkeu, Kabid Humas Kombes Trunoyudo, Kabid Dokes dan Kapolres Metro Bekasi.
Karyoto menjelaskan ada satu tersangka yang berperan sebagai penghubung korban dengan rumah sakit di Kamboja. “Dua tersangka di luar sindikat, yaitu oknum instansi lain, termasuk ada oknum Polrinya,” imbuhnya.
Terkait keterlibatan oknum Polri ini, Karyoto mengatakan pihaknya akan terus melakukan pengembangan. Termasuk, bagaimana oknum tersebut meloloskan korban sampai ke luar negeri.
“Dalam pengembangan terhadap siapa pihak yang terlibat nanti, kita akan terus membuka, bagaimana proses terjadinya perekrutan, mencari korban, kemudian membawa korban dan meloloskan korban sehingga sampai ke luar negeri, ini sedang kita dalami,” jelasnya.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyatakan Polri menyatakan berkomitmen dalam menindak Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Polri akan menindak tegas oknum yang terlibat dalam TPPO tanpa terkecuali.
Komjen Wahyu Widada mengatakan kasus TPPO menjadi perhatian bersama. Oleh karena itu, ia mengingatkan jangan ada oknum yang terlibat dalam TPPO. “Jangan sampai ada anggota-anggota yang melibatkan diri dalam perdagangan orang ini,” kata Wahyu Widada.
Wahyu menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam bila menemukan ada anggotanya terlibat dalam TPPO. Oknum tersebut akan ditindak tegas. “Apabila ditemukan, kami akan melakukan tindakan sesuai aturan hukum yang berlaku tanpa terkecuali, sehingga tidak ada kejadian serupa terulang lagi ke depannya,” katanya.
Dari kasus itu, Polri mendeteksi transaksi perdagangan ginjal terjadi di rumah sakit yang berada di bawah naungan pemerintah Kamboja.
“Tindak pidana ini terjadi di rumah sakit, yang secara otoritas di bawah kendali pemerintah Kamboja, yaitu rumah sakit Preah Ket Mealea,” ujar Kadivhubinter Mabes Polri Irjen Krishna Murti.
Di rumah sakit tersebut, Krishna menyebut terjadi transaksi perdagangan ginjal. Sampai saat ini, Polri terus berkoordinasi dengan kepolisian Kamboja.
“Terjadi eksekusi transaksi ginjal itu di rumah sakit pemerintah, sehingga kami harus berkomunikasi dengan otoritas lebih tinggi, bahkan kami komunikasi ketat dengan kepolisian Kamboja,” jelas Krishna.
Selain karena transaksi terjadi di rumah sakit pemerintah, Krishna mengaku pihaknya mengalami kesulitan lain ketika berkoordinasi dengan pihak Kamboja.
“Kesulitan kami, adalah belum ada kesepahaman tentang TPPO di domestik, khususnya kementerian lembaga, termasuk KBRI, sebagian menganggap ini belum tindak pidana, tapi kami meyakinkan ini telah terjadi tindak pidana,” lanjutnya
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi menjelaskan, pengungkapan sindikat penjualan ginjal jaringan international ini bermula dari kasus TPPO disebuah perumahan di Wilayah Kabupaten Bekasi.
Sebuah rumah di Perumahan Villa Mutiara Gading, Jalan Piano 9, Blok F5 Nomor 5, RT 3 RW 18, Kelurahan Setia Asih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjadi lokasi penampungan organ ginjal. Pihaknya telah mengamankan penghuni kontrakan pada Senin dini hari, 19 Juni 2023 lalu
Dari hasil pengembangan ternyata ada korban TPPO yang menjadi korban sindikat transformasi organ tubuh, yaitu ginjal. Modus para pelaku menggunakan media sosial facebook. Bahkan perekrut melibatkan alumni penjual ginjal terlebih dahulu.
Komplotan International ini melalui jaringan Kamboja. “Yang jaringan international ini sudah kita datangi hingga RS yang ada di Kamboja. Kita sudah deteksi ada 14 orang yang ada di RS di Kamboja. Tapi karena tercium oleh sindikat ini, mereka dipindahkan ke tempat lain, dan melalui jalur siluman di pulangkan ke Indonesia, lewat Vietnam, Malaysia, Bali, lalu ke Surabaya,” kata Hengki.
Hengki Haryadi mengatakan para calon korban pendonor ginjal punya berbagai latar belakang. Salah satunya, ada calon pendonor ginjal yang punya gelar S2 lulusan salah satu universitas ternama di Indonesia.
Bahkan calon pendonor ini ada yang S2 dari universitas ternama karena tidak ada kerjaan dampak dari pandemi. Mereka juga ada yang buruh, sekuriti, dan lainnya.
Alasan calon pendonor tersebut lantaran punya kesulitan ekonomi imbas dari pandemi Covid-19. Ada pula calon pendonor yang berasal dari buruh dan sekuriti.
“Bahkan calon pendonor ini ada yang S2 dari universitas ternama karena tidak ada kerjaan dampak dari pandemi, kemudian juga ada buruh, sekuriti,” kata Hengki.
Dari 12 orang tersangka, kata Hengki ada dua orang oknum di luar sindikat penjualan ginjal ke Kamboja. Kedua oknum tersebut dari Polri dan Imigrasi menerima sejumlah uang dari sindikat.
“Dua tersangka ini bukan termasuk bagian dari dalam sindikat, yaitu oknum anggota Polri Aipda M,” kata Hengki Haryadi
Hengki menjelaskan, Aipda M ini kasusnya merintangi penyidik yang melakukan penyelidikan terkait kasus TPPO penjualan ginjal di Kabupaten Bekasi. Aipda M menyuruh sindikat penjualan ginjal untuk menghilangkan barang bukti agar tidak terlacak kepolisian.
“Ya ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi, baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan dengan cara menyuruh membuang HP, berpindah-pindah tempat yang pada intinya menghindari pengejaran pihak kepolisian.
Hengki mengatakan Aipda M menerima sejumlah uang dari sindikat TPPO penjualan ginjal ke Kamboja ini. Aipda M menjanjikan seolah-olah bisa mengurus agar kasus tersangka tidak dilanjutkan.
“Yang bersangkutan menerima uang sejumlah Rp 612 juta, ini menipu pelaku-pelaku menyatakan yang bersangkutan bisa urus agar tidak dilanjutkan kasusnya,” katanya.
Selain Aipda M, seorang oknum petugas Imigrasi ditangkap terkait kasus ini. AH ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang.
“Kemudian, satu orang tersangka dari oknum imigrasi atas nama AH ini dikenakan pada Pasal 2 dan Pasal 4 juncto Pasal 8 UU Nomor 21 Tahun 2007, yaitu setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang jadi ancaman ditambah 1/3 isi dari pasal pokok,” jelas Hengki.
Dalam penyelidikan, AH juga diketahui menerima sejumlah uang. “Dan dalam fakta hukum yang kami temukan yang bersangkutan menerima uang Rp 3,2 juta sampai Rp 3,5 juta dari pendonor yang diberangkatkan dari Bekasi,” tuturnya.
Hengki menegaskan pihaknya masih terus melakukan pengembangan, karena ada juga sindikat didalam Negeri. “Tim masih mengembangkan kasusnya, dan akan melanjutkan ke jaringan yang ada di dalam Negeri. Termasuk orang orang yang terlibat, aoan kita tindak, dan edukasi para korban,” katanya. (Red)