Oktober 22, 2024

 

Mataelangindonesia.com – Palembang Sumsel, Ramai Paskibraka 2024 perempuan tak mengenakan jilbab saat dikukuhkan oleh Presiden Jokowi di IKN pada Selasa (13/8). Padahal saat pelatihan, anggota Paskibraka 2024 yang perempuan itu selalu menggunakan jilbab.

Tercatat ada 18 anggota Paskibraka perempuan yang awalnya mengenakan jilbab, namun saat dikukuhkan di IKN diduga tidak mengenakan jilbab.

Dalam hal ini Wakil Ketua Umum (waketum) Forum Cakar Sriwijaya Sumsel (FCSSS), Rian Ismail menanggapi polemik pelepasan jilbab Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) Tahun 2024. Paskibraka ini akan bertugas dalam Upacara HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.

Rian yang biasa disapa menyayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Pasalnya nasionalisme dan keyakinan dalam beragama tidak boleh dipertentangkan. Keduanya merupakan hal yang harus berjalan beriringan.
“Jujur, sangat-sangat disayangkan jika itu benar terjadi. Janganlah benturkan antara masalah nasionalisme dengan paham keagamaan,” katannya, Jumat 16-08-2024
Ia menjelaskan bahwa selain merupakan keyakinan dan paham dalam beragama, memakai jilbab juga merupakan tradisi umum khususnya di Indonesia yang masyarakatnya menganut agama Islam.

Ia menambahkan bahwa kebijakan tidak boleh memakai jilbab harus segara ditinjau dan dievaluasi. Pasalnya, hal tersebut sangat kontraproduktif dan sangat melukai masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam,.

“Kebijakan ini tidak peka dan sensitif. Ini melukai perasaan umat Islam, sekaligus larangan mengenakan kerudung justru bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,” kata waketum FCSSS

Sementara Sekretaris Umum FORUM CAKAR SRIWIJAYA SUMSEL (FCSSS) Prima Atmaja meminta agar aturan terkait seragam Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang tidak memperbolehkan penggunaan jilbab dicabut.

“Kalau benar ada pelarangan anggota Paskibraka memakai jilbab, maka larangan itu harus dicabut,” katanya.

Prima menilai larangan berjilbab untuk Paskibraka perempuan adalah bentuk diskriminasi bertentangan dengan Pancasila. Tak hanya itu, larangan tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).” Tandasnya.  (Adipatih)

Editor : Aslam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *