Oktober 22, 2024

 

Mataelangindonesia.com – Jakarta, Rencana aksi cuti bersama para hakim pengadilan di seluruh Indonesia mendapatkan dukungan dari Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi dan Hakim Ad Hoc Perselisihan Hubungan Industrial. Mereka akan ikut turun menggelar aksi damai pada tanggal 7 – 11 Oktober 2024 untuk mendesak revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 sekaligus Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc.

“Hakim Ad Hoc juga memiliki nasib yang tidak jauh berbeda dengan para hakim karier. Untuk itu mereka akan bergabung bersama-sama dalam gerakan Solidaritas Hakim Indonesia dan turut mendesak Presiden Joko Widodo memperhatikan kesejahteraan para hakim di penhujung purna tugasnya,” kata Juru bicara Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc, Dr. Ibnu Anwarudin di Jakarta, Kamis (03/10/2024).

Hakim Ad Hoc adalah Hakim yang diangkat oleh Presiden yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu dan kedudukannya diatur Undang-Undang. Mereka tergabung dalam satu majelis dengan hakim karier yang memeriksa dan mengadili perkara Tipikor, Perselisihan Hubungan Industrial, Hak Asasi Manusia dan Bidang Perikanan.

“Kami berharap Presiden Jokowi dapat meninggalkan legacy positif di mata penegak hukum khususnya para hakim ini,” ujar Ibnu Anwarudin.

Menurut dia, kalau teman-teman hakim karier menuntut revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung, hakim Ad Hoc juga menuntut revisi Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc yang sudah lebih dari 11 tahun tidak pernah dilakukan penyesuaian.

Menurut Ibnu Anwarudin, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Serang Banten tersebut, aksi tuntutan para hakim Adhoc bukan aksi dadakan.

Menurut dia aksi ini sebagai upaya mendorong pemerintah memperhatikan kesejahteraan hakim Ad Hoc telah dilakukan secara simultan sejak beberapa tahun terakhir.

Aksi yang tergabung dalam Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc (FORSHA) telah melakukan berbagai upaya dialog bersama IKAHI dan Mahkamah Agung serta bersurat kepada Presiden, Komisi III, Menkopolhukam untuk menyampaikan aspirasi peningkatan kesejahteraan Hakim Ad Hoc.

“Upaya yang kami lakukan dengan cara terhormat dan elegan saya kira sudah dilakukan teman-teman dalam beberapa tahun terakhir. Upaya yang dilakukan dengan cara yang soft tersebut sampai saat ini hasilnya masih nihil, dan cenderung diabaikan,” kata dia.

Ia mengatakan saat ini Hakim Ad Hoc tidak memiliki gaji tetap dari pemerintah dan mereka hanya mendapatkan tunjangan kehormatan yang nilainya bervariasi tergantung tingkat pengadilan dan itupun masih dipotong dengan pajak penghasilan (PPH21).

Ia menjelaskan jika mengacu pada Perpres 5 Tahun 2013 hak-hak yang seharusnya diterima hakim Ad Hoc diatur di pasal 2 disebutkan bahwa hakim Ad Hoc mendapatkan tunjangan, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan dalam menjalankan tugasnya, biaya perjalanan dinas dan uang penghargaan pada akhir masa tugas.

”Kalau kita membaca hak-hak hakim Ad Hoc di Perpres Nomor 5 Tahun 2013 seakan sudah ideal tapi implementasinya sangat tidak ideal. Jadi yang urgen saat ini segera dilakukan penyesuaian besaran nilai hak-hak dan fasilitas keuangan tersebut,”  imbuh Ibnu Anwarudin.

Dirinya mencontohkan besaran tunjangan, sejak tahun 2013 tidak ada perubahan sampai saat ini, padahal mengacu data bank dunia, Indonesia mencatatkan inflasi sejak tahun 2013 secara akumulasi sebesar 57,73 persen.

Menurut dia ini kan memberatkan, apalagi terhadap rekan-rekan kami yang ada di daerah dimana mereka juga tidak mendapatkan tunjangan kemahalan. Belum lagi besarnya tanggung jawab dan beban serta risiko pekerjaan khususnya di daerah-daerah rawan aksi kekerasan massa.

“Kami ini biasa lembur sampai pukul 02.00 atau jam 03.00 pagi. Karena pemeriksaan perkara tipikor dalam undang-undang itu dibatasi waktu maksimal 120 hari. Kalau perkaranya besar dan rumit tentu kami tidak menggunakan waktu kerja normal. Dan kami jalani itu dengan baik meski tanpa ada anggaran lembur. Demikian pula para Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial yang jumlah perkaranya juga ratusan di setiap pengadilan. jadi saya kira aspirasi rekan-rekan ini sangat wajar dan tidak berlebihan,” ungkap Ibnu Anwarudin.

Ia menambahkan, merespon janji politik dalam Astacita Pemerintahan Prabowo untuk komitmen memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Menurut dia pendekatan mendasar untuk mewujudkan reformasi hukum yang disampaikan dalam pidato politik Presiden terpilih Prabowo Subianto adalah dengan peningkatan gaji hakim. Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc sangat mengapresiasi komitmen Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Seharusnya ini tidak menjadi beban pekerjaan rumah bagi pemerintahan mendatang, namun masih dalam tanggung jawab pemerintahan Presiden Jokowi. Akan sangat baik apabila sebelum purna tugas beliau meninggalkan legacy yang positif untuk menjaga martabat hakim dalam posisi yang semestinya.

“Sangat ironis apabila hal seperti ini selalu terulang. Masa tiap 12 tahun hakim harus selalu turun menuntut kesejahteraan. Jadi dimana martabat dan wibawa hakim itu, padahal hakim itu wajib menjaga martabat dan wibawa Lembaga peradilan,” pungkas Ibnu Anwarudin. (Ril/Sulardi)

Editor : Aslam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *