WhatsApp Image 2025-05-03 at 20.21.29

TERNATE, 3 Mei 2025, mediamataelangindonesia.com – Penanganan kasus dugaan penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China yang bekerja di perusahaan tambang di Halmahera Selatan menuai sorotan. Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Abdul Kadir Bubu, menilai penyelidikan yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Ternate penuh kejanggalan.

Kasus ini mencuat setelah Satreskrim Polres Ternate membongkar temuan empat drum minyak tanah bersubsidi di kediaman WNA tersebut di Perumahan Dagymoi, Kelurahan Soa Puncak, Ternate Utara. Namun, Kasat Reskrim Polres Ternate, AKP Widya Bhakti Dhira, menyatakan bahwa tidak ditemukan unsur pidana karena BBM tersebut tidak diperjualbelikan dan hanya digunakan untuk keperluan pribadi.

Pernyataan tersebut langsung dikritisi oleh Abdul Kadir, yang akrab disapa Dade. Ia menilai pernyataan Kasat Reskrim tidak berdasar karena subsidi BBM diperuntukkan hanya untuk masyarakat tidak mampu, sebagaimana telah diatur secara jelas dalam regulasi.

“Kalau Kasat Reskrim menyebut belum ada unsur pidana, itu berdasarkan peraturan yang mana? Semua orang tahu, BBM bersubsidi tidak bisa digunakan secara bebas, apalagi dalam jumlah besar oleh WNA,” ujarnya.

Dade merujuk pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dikenai sanksi pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar.

Ia juga menyayangkan sikap penyidik yang cenderung mempercayai keterangan WNA hanya karena ditemukan kompor minyak di rumah tersebut. Menurutnya, alasan itu tidak logis.

“Lucu sekali. Hanya karena ada kompor lalu disebut penggunaan pribadi? Empat drum itu bukan jumlah kecil. Jelas ini sudah masuk unsur penyalahgunaan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Dade mendesak penyidik agar tidak berhenti pada pengakuan WNA. Ia meminta agar penyelidikan diperluas, termasuk menelusuri peran juru bicara (Jubir) yang disebut sebagai pihak yang membeli BBM tersebut, meski telah dipecat.

“Jubir itu tidak mungkin membeli tanpa perintah. Jadi penyidik harus menggali peran WNA ini secara utuh,” katanya.

Ia pun mendorong Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Waris Agono, untuk turun tangan dan mengambil alih penyidikan kasus ini jika Polres Ternate merasa kewenangannya terbatas atau mendapat tekanan.

“Kalau ada kendala di Polres, lebih baik kasus ini ditangani langsung oleh Polda agar prosesnya terbuka dan adil. Karena ini menyangkut hak masyarakat kecil atas subsidi negara,” tandas Dade.

Kasus ini diharapkan tidak berhenti begitu saja, mengingat BBM bersubsidi merupakan fasilitas negara yang diperuntukkan bagi warga tidak mampu, dan bukan untuk kepentingan pribadi apalagi oleh warga asing.

(Red/YS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *