IMG-20250927-WA0001

Tuban || mataelangindonesia.com-
Maraknya kasus keracunan yang menimpa para siswa di berbagai daerah di Indonesia akibat konsumsi makanan dan minuman berbahan berbahaya (MBG) kembali menjadi sorotan publik. Peristiwa ini bukan hanya menimbulkan dampak kesehatan, tetapi juga mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas pengawasan pemerintah.

 

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) Wilayah Teritorial Jawa Timur, Sugeng SP, menilai rentetan kasus tersebut merupakan cerminan nyata lemahnya sistem pengawasan di lapangan. Menurutnya, distribusi produk makanan yang tidak memenuhi standar kesehatan seharusnya dapat dicegah apabila fungsi pengawasan dari instansi terkait berjalan maksimal.

 

“Fenomena ini menunjukkan adanya kelalaian sistemik. Regulasi sebenarnya sudah jelas mengatur, tetapi implementasinya sering kali melemah di tataran teknis. Akibatnya, masyarakat — terutama siswa — yang menjadi korban,” ujar Sugeng SP saat ditemui di ruang kerjanya, Jum’at (26/09/2025).

 

Sugeng menegaskan, keberadaan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 serta Peraturan Badan POM seharusnya menjadi payung hukum yang kuat dalam menjamin mutu makanan.

 

Namun faktanya, masih banyak produk yang lolos ke pasaran tanpa melalui prosedur uji keamanan yang ketat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa aspek pengawasan tidak dijalankan secara konsisten.

 

Ia juga menyoroti kurangnya tindakan represif terhadap pelaku usaha nakal yang mengedarkan produk mengandung MBG. Padahal, Pasal 136 UU Pangan secara tegas menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan pangan berbahaya dapat dikenai ancaman pidana penjara dan denda.

 

“Jika penegakan hukum hanya bersifat seremonial, maka kasus-kasus seperti ini akan terus berulang. Anak-anak kita dijadikan korban dari kelengahan aparatur negara,” imbuhnya.

 

Sebagai langkah preventif, Sugeng SP menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya orang tua, sekolah, dan komunitas sosial, agar lebih kritis dalam mengawasi makanan yang beredar di sekitar lingkungan pendidikan. Selain itu, ia mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat koordinasi antarinstansi, mulai dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, hingga aparat penegak hukum, agar pengawasan tidak sekadar formalitas.

 

“Keselamatan generasi muda harus ditempatkan sebagai prioritas tertinggi. Jangan sampai masa depan mereka tergadai hanya karena kelalaian kita dalam mengawasi pangan yang mereka konsumsi,” tegasnya.

 

Opini publik kini menuntut pemerintah agar tidak hanya mengedepankan retorika, tetapi juga tindakan nyata dalam memperketat regulasi dan menindak tegas pelanggaran. Sebab, keracunan akibat MBG bukanlah sekadar insiden biasa, melainkan potret nyata lemahnya pengawasan yang berimplikasi pada hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pangan yang aman dan sehat.

 

Reporter: hema windi Astuti

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *