WhatsApp Image 2025-05-26 at 15.08.30

Mediamataelangindonesia.com-Pantauan Kabiro MEI-Sabang
Jakarta, 26 Mei 2025 — Dalam Rapat Kerja bersama Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, salah satu anggota DPD RI Ibu DARWATI A.GANI,S,E., Propinsi Aceh menyampaikan catatan kritis terhadap rencana implementasi Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025 tentang pembentukan dan penguatan Koperasi Merah Putih (KMP) di tingkat desa dan kelurahan.

Rapat yang juga membahas pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian itu difokuskan pada kesiapan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan aparatur desa, dalam menjalankan program KMP yang diinisiasi pemerintah pusat sebagai penggerak ekonomi kerakyatan.

Dalam kesempatan tersebut, Anggota DPD RI dari daerah pemilihan Aceh,Ibu DARWATI A.GANI,S,E., itu mengungkapkan kekhawatiran atas skema pembiayaan KMP yang dianggap berisiko tinggi terhadap keberlanjutan fiskal desa, khususnya di wilayah-wilayah yang masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan dasar.

“Dengan estimasi kebutuhan dana sebesar Rp 3 hingga Rp 5 miliar per KMP, dan skema pengembalian melalui dana desa sebesar Rp1 miliar per tahun selama 3 hingga 5 tahun, saya menilai bahwa pembiayaan ini sangat berpotensi menjadi beban fiskal yang berat bagi banyak desa, terutama di Aceh,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa saat ini, banyak desa di Aceh masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. “Kita bicara tentang infrastruktur dasar, air bersih, akses jalan, layanan kesehatan, hingga konektivitas digital. Ini semua adalah kebutuhan primer rakyat yang belum sepenuhnya terpenuhi. Mengalihkan dana desa ke pembiayaan koperasi, tanpa strategi dan kesiapan yang matang, justru bisa mengorbankan program-program prioritas yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti aspek kesiapan sumber daya manusia dan aparatur desa dalam mengelola koperasi secara profesional dan akuntabel. Menurutnya, implementasi kebijakan ini bisa menjadi bumerang apabila tidak didukung dengan pelatihan, pendampingan, dan pengawasan yang kuat.

“Banyak aparatur desa kita yang belum memiliki kapasitas memadai dalam mengelola koperasi. Kalau dipaksakan, justru bisa menimbulkan masalah baru, bahkan berujung pada persoalan hukum yang akan merugikan aparatur desa itu sendiri,” tambahnya.

Ia mendorong agar pelaksanaan Inpres tersebut tidak hanya dilihat dari sisi potensi ekonomi koperasi, tetapi juga harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi desa, kesiapan kelembagaan, serta dampak jangka panjang terhadap pelayanan publik dan kesejahteraan warga desa.

“Saya sangat mendukung upaya penguatan ekonomi berbasis koperasi, tetapi pendekatannya harus kontekstual, berbasis data, dan disertai dengan perencanaan yang matang. Jangan sampai niat baik ini justru menciptakan masalah baru di lapangan,” pungkasnya.

Rapat kerja tersebut diakhiri dengan komitmen dari Kementerian Koperasi dan UKM untuk melakukan kajian lebih mendalam dan membuka ruang dialog lebih luas dengan para pemangku kepentingan daerah sebelum pelaksanaan penuh program KMP di seluruh wilayah Indonesia.

Demikian Laporan Mei pantauan Dari Kabiro-Mj Eric Novi Karno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *